Minggu, 22 Agustus 2010

Perucuran Buku Budaya dan Tanah Adat Orang Moni Papua di Kritik

Peruncuran Buku, Budaya dan Tanah Adat Orang Moni di Distrik Sugapa Papua di Kritik
                                    Oleh: Septinus Tipagau

Meskipun dinilai cukup memberikan kontribusi terhadap pembahasan tentang papua, hasil penelitian Pusat Kajian Pembangunan Masyarakat Universitas Khatolik Atma Jaya Jakarta, kalangan masyarakat Papua di kritik.
Septinus Tipagau Mahasiswa Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada Jogyakarta, mengatakan dan kritik terhadap buku yang berjudul “Budaya dan Tanah Adat Orang Moni di Distrik Sugapa Papua”, pada hari selasa (20/4) di Universitas Atma Jaya Jakarta, bahwa saya sebagai orang asli Moni berterimakasih dengan sebesar-besarnya kepada tim peneliti Universitas Atma Jaya Jakarta karena melalui karya ini bisa mengangkat budaya dan adat orang Moni ke public. Dan tujuannya juga baik supaya public mengenal siapa orang moni itu dan keberadaan orang moni itu sebanarnya dimana.
Sayangnya didalam peruncuran buku ini saya menanggapi bahwa tidak dihargai keberadaan orang Moni sebagai subjek di dalam penelitian, berarti hal ini sangat tidak etis. Karena peruncuran buku itu tidak dilakukan di sugapa tetapi di Jakarta. Dan juga saya menilai dengan serius terhadap hasil penelitian itu bahwa, sangat tidak objektif dan representif karena hanya mengambil sampel penelitian di dua desa/ kamupung saja, dari sebelas desa/ kampung di distrik sugapa. Hal ini saya sangat menyesal karena akan mematikan potensi penduduk suku/bangsa Moni kedepan. Hal ini saya terungkap karena, kenyataannya orang Moni itu hidup tersebar di delapan distrik, yaitu; Sugapa, Homeyo, Wandai, Biandoga, Agisiga, Bibida dan Duma-dama dan juga Orang Moni tersebut hidup dan mendiami di tiga kabupaten yaitu; Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Paniai, dan Kabupaten Mimika Propinsi Papua.
Kecurigaan saya terhadap penelitian tersebut adalah atas desakan oleh PT. Mineservice Internasional (MSI) untuk kepentingannya PT. Freeport Indonesia karena, kami telah mengetahui bahwa PT. Mineservice Internasional adalah kontraktornya PT.FI. oleh karena itu PT.FI sebelum menyelesaikan kasus-kasusnya kami seluruh kaum intelektual serta masyarakat Moni Papua tidak mengijikan tetap kami dengan tegas menolak.
Setelah dengar dari pada kritikan oleh septinus Tipagau, terhadap perucuran buku yang berjudul budaya dan tanah adat orang Moni di distrik sugapa, Papua pada hari selasa (20/4) di Universitas Atma Jaya Jakarta pada saat diskusi di tempat Bapak Utama Kajo (International Economist) ketua/ Chairman “Kamar dagang dan Industri Indonesia” mengatakan bahwa pihak perusahan harus ada komitmen terhadap Warga/Masyarakat Moni bahwa perusahan mampu dan siap memberdayakan Orang Moni dan Membangun SDM seprti ; sekolahkan di luar negeri di bidang pertambangan, geology, penerbangan, kedokteran bahasa dan bidang-bidang penting yang lain berarti perusahaan bisa izinkan untuk masuk. Saat itu juga Septinus menjelaskan kepada beberapa peneliti Indonesia maupun pakar Ekonomi Indonesia bahwa ini yang di harapkan oleh seluruh Masyarakat Moni kami tidak mau terjadi hal yang sama dengan pengalamn PT.FI, dan nanti dampak lingkungannya seperti apa yang terjadi kan kami belum tahu? Dan kedudukan pemerintah Kabupaten Intan Jaya mau bawah kemana? Dan limbah yang akan kena di bagian muarah dan mambramo itu harus benar-benar di antisipasi dulu. Apa lagi mengenai kesejatrahan Masyarakat, SDM, pembangunan infrastuktur, kesehatan dan lain-lain itu harga mati pihak perusahaan harus memadai itu semua.
Dan Septinus menilai juga bahwa penulisan buku seperti ini belum lengkap dan atau mendalami dengan piloshofi orang Moni, terus belum lagi statistic kependudukan dan keberadaan orang Moni ini belum di akomadir semua dan penelitiannya belum terinci jadi kami menolak terhadap buku tersebut.
Karena mereka menjelaskan tanah sebagai mama/ perempuan tetapi belum menjelaskan maknanya yang luas. Tanggapan saya bahwa tanah sebagai mama itu memang benar Karen kami orang Moni anggaplah tanah itu sebagai mama dan yang melahirkan kami. Tetapi di ungkap lagi tanah sebagai perempuan bererti mereka anggap bahwa tanah orang Moni yang ada di Intan Jaya itu, panggaplah perempuan yang bisa tukar menukar dengan harga yang murah, atau bisa dapat di jual belikan.
Berarti saya menilai hal ini, tanah adat orang Moni di Intan jaya itu mereka anggap milik Negara bukan milik orang Moni, sehingga pihak perusahan hanya tubruk masuk tanpa izin pemilik tanah. Pada hal mereka tidak hargai tanah adat di atur dalam UU OPTUS dan Perdasi dan Perdasus serta peraturan MRP. Saya menegaskan atas hal ini bahwa Tanah Adat serta segala kekayaan yang ada di Wilayah MONI adalah milik Suku/bangsa MONI Pegunungan tengah Papua, ini semua di AnuGrahi Oleh Allah untuk Orang Moni itu sendiri. Maka kami tidak mengijinkan siapapun dia tanpa izin Orang Moni itu sendiri.

2 komentar:

  1. setuju sobat,kemudian bukunya sudah di block belum ??
    saya Andrias bualeh/bukaleng
    dari mbairumagau - duma dama

    BalasHapus
  2. Kami bersama Pemerintah Daerah Kabupaten Intan Jaya sudah berusaha selanjutnya tidak di perbolehkan untuk di distribusikan atau di perjualbelikan.

    BalasHapus