Pada Bulan Juli
Tahun 2012 Pemerintah Daerah Kabupaten Intan Jaya tanpa survey, sosialisasi, kordinasi
dan komunikasi dengan Mahasiswa lalu membeli pengadaan asrama permanen untuk
Mahasiswa asal Kabupaten Intan Jaya di kota studi Yogyakarta. Pemerintah
Kabupaten Intan Jaya tidak komunikasi dan kordinasi dengan baik dengan
Mahasiswa sehingga, sampai sekarang Mahasiswa belum menempati asrama tersebut.
Karena rumah/asrama terbut benar-benar tidak layak tinggal untuk Mahasiswa asal
Kabupaten Intan Jaya.
1.
Keberatan
Kami Mahasiswa :
a. Pengadaan
asrama permanen tersebut, sebelumnya Pemerintah Daerah Kabupaten Intan Jaya
belum survey, sosialisasi, kordinasi, dan komunikasi dengan Mahasiswa sehingga
lokasi keberadaan asrama tersebut sangat tidak strategis
b. Daerah
tersebut sering terjadi konflik antara warga dan mahasiswa asal Papua
c. Daerah tersebut sering terjadi ketabrakan Mahasiswa Papua sampai beberapa orang sudah
korban /meninggal.
d. Volume
mahasiswa yang kuliah di lokasi tersebut sangat kurang bahkan tidak ada,
sehingga semua mahasiswa benar-benar mendapat kesulitan karena keberadaan
asrama tersebut sangat jauh daripada kampus-kampus yang kami kuliah.
e. Daerah
tersebut sangat berdekatan dengan asrama permanen Mahasiswa Wamena, asrama
permanen Mahasiswa Puncak Jaya, asrama permanen Mahasiswa Tolikara, asrama
permanen Mahasiswa Manokwari, asrama permanen Mahasiswa Pegunungan Bintang,
asrama permanen Mahasiswa Timika, asrama permanen mahasiswa Yahukimo dan asrama kontrakan Mahasiswa Ndugama
sehingga antara mahasiswa Papua sering terjadi konflik. Salah satu kasus yang
pernah terjadi pada bulan Juli tahun
2006 lokasi yang sama Pemerintah Kabupaten Paniai kontrakan asrama untuk
Mahasiswa Moni di Yogyakarta, setelah kami menempati asrama tersebut, terjadi
konflik antara Mahasiswa Puncak Jaya dan anak-anak Moni berlembar batu dan
lepas panah, sehingga Okovianus Wandikmbo Kena Panah Gergaji dan Piet Abugau
dapat tikam di bagian kepala, untuk menyelesaikan masalah tersebut kami
serahkan ke pihak kepolisian polsek depok, sleman jogya. Oleh sebab itu kami
tidak mau terjadi lagi kasus-kasus yang sama dan sebelumnya kami harus
menghindari dari konflik-konflik yang akan terjadi di kemudian hari.
f. Pembelian
pengadaan asrama tersebut hanya kebijakan dari sepihak oleh Penjabat Bupati
Kabupaten Intan Jaya dengan kesra tanpa mempertimbangkan latar belakang kami
sesuai dengan kebutuhan untuk memperlancar proses belajar justru penyempatan
asrama menambah beban kami.
g. Pengadaan
asrama tersebut jauh dari lokasi yang sebelumnya di sediakan dalam hal ini,
kampus-kampus di sekitar itu tidak mampu dengan latar belakang ekonomi
mahasiswa asal Kabupaten Intan Jaya, dalam hal ini biaya rata-rata lebih mahal
di bandingkan dengan kemampuan orangtua kami.
2.
Pembohongan
Pemda Kabupaten Intan Jaya Terhadap Mahasiswa :
a. Pembelian
asrama tersebut tidak layak sebagai ukuran asrama permanen untuk Mahasiswa,
dengan di tipu 44 (empat pulu empat) kamar tidur dan ditambah dengan bus satu
unit, namun setelah menusuri ternyata rumah pribadi/keluarga yang di kotrakan
dengan kapasitas 9 (Sembilan) kamar saja, tidak sesuai dengan anggaran yang di
alokasikan oleh pemerintah bersama DPRD Kabupaten Intan Jaya.
b. Sebelumnya
Pemda tidak survey, sosialisasi, kordinasi dan komunikasih dengan mahasiswa, setelah
membeli asrama permanen tersebut lalu dikagetkan kepada kami mahasiswa.
c. Mengurus
Notaris bukan di kabupaten Slemen Yogyakarta tetapi, dari Purworejo! Mengapa?
Dan sebenarnya ada apa? Ketua Rt maupun kami Mahasiswa sangat mendapat
pembohongan oleh Pemda Kabupaten Intan Jaya, (ungkap Ketua Rt. 17)
d. Awalnya
Ibunya Drs. David Setiawan, selaku Penjabat Bupati kabupaten Intan Jaya
mengatakan kepada ketua Rt bahwa kami membeli rumah ini untuk kantor
perwakilan, ternyata sekarang menjadikan asrama mahasiswa, (ungkap Ketua Rt. 17)
e. Sampai
sekarang yang punya rumah tersebut tidak jelas! Saya sendiripun tidak tahu
siapa yang punya rumah tersebut? Sedangkan saya sejak tahun 1993 hingga
sekarang menjadi ketua Rt, (ungkap Ketua Rt. 17)
f. Penjabat
Bupati Kabupaten Intan Jaya Drs. David Setiawan mengatakan bahwa tahun ini
pemerintah tidak punya rencana untuk membeli pengadaan asrama permanen tetapi,
saya sebagai Penjabat Bupati mengupayakan dan mengambil kebijakan sendiri.
g. Penjabat
Bupati Kabupaten Intan Jaya Drs. David Setiawan mengatakan saat peresmian
asrama tersebut bahwa pembayaran asrama ini ada 3 (tiga) tahapan/ansuran, kami
mahasiwa mendapat pembohongan oleh Bupati Intan Jaya
h. Kami
mahasiswa meminta bukti pembayaran tetapi Bupati dan Kabag Kesra tidak jawab,
sehingga kami mencari tahu ke pihak Rt. dan Rw. ternyata tidak melibatkan,
semua ini terjadi pembohongan, (ungkap Ketua Rt. 17)
i. Nomor Hand phone (HP)
penghubung yang di titip oleh Bupati dan Kabag Kesra kepada ketua Rt. setelah
kami menghubungi nomor tersebut ternyata tidak benar setelah di jawab katanya
“mohon maaf salah sampung”, berarti Bupati dan Kesra berbuat pembohongan yang
luar biasa.
j. Penjabat Bupati
Kabupaten Intan Jaya mengatakan bahwa Pemda akan tetapkan setiap tahun anggaran
mengalokasikan uang sebesar 50 juta rupiah untuk mahasiswa Yogyakarta.
Berdasarkan
pernyaatan-pernyataan tersebut diatas, apakah maksud dan tujuan pemerintah
pusat memberikan Otonomi Khusus bagi Propinsi Papua melalui Undang-undang No.21
tahun 2001? Menurut kami bahwa agar rakyat Papua menjadi tuan besar di atas
tanahnya sendiri. Beberapa tahun berjalan ini penerapan Otonomi Khusus propinsi
Papua ternyata dilapangan secara tidak langsung pihak-pihak kepentingan
tertentu yang membengaruhi di dalam perencanaan, kebijakan dan mengalokasih
dana Otonomi Khusus serta penggunaannya. Pada hal tujuan memberikan Otonomi
khusus tersebut adalah masyarakat aslih Papua juga bisa sama dengan orang lain,
untuk mengembangkan semua potensi yang di miliki oleh propinsi Papua dan untuk
mengatur serta mengurus daerahnya sendiri bahkapun menjadi tuan besar diatas
tanahnya sendiri, bukan terjadi penyelewengan, penyimbangan, pembohongan dan
pembodohan terhadap masyarakat aslih Papua.
Dengan
demikian Otonomi khusus memberikan harapan untuk melakukan perubahan-perubahan
yang lebih baik ke depan yaitu mengurangi kesenjangan antara Provinsi Papua
dengan Provinsi lain, dan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat aslih Papua.
Namun di lain pihak, implementasi Otsus sampai sekarang tidak membawa sebuah
perubahan yang signifikan bagi masyarakat aslih Papua. Dapat dimungkinkan bahwa
salah satu penyebab kegagalan Otsus adalah karena perencanaan dan alokasi
penggunaan dana Otsus tidak dilaksanakan secara optimal. Secara optimal dalam arti perencanaan dan
alokasi penggunaan dana pada sektor-sektor pembangunan benar-benar tidak sesuai
dengan kebutuhan rakyat dan program-prom prioritas.
Berbagai pandangan dari masyarakat Papua makna
Undang-undang No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi khusus bagi Propinsi Papua
sebagai salah satu produk hukum yang akan dapat meningkatkan kesejatheraan
hidup bagi rakyat Papua yang masih tersisih dari berbagai aspek kehidupan.
Namun realita di lapangan menujukkan bahwa impian rakyat Papua itu digagalkan
oleh kelompok kepentingan politik di tingkat pemerintahan pusat, pemerintah
Propinsi, maupun pemerintah kabupaten/kota di seluruh tanah Papua.
Setelah menlihat
dan merasakan sendiri, menjadi pertanyaan bahwa inikah yang di maksudkan
pemerintah Pusat dengan sebutan “Orang Papua Menjadi Tuan Besar di Negerinya
Sendiri”? jika demikian maka secara psikologis Pemerintah Pusat, Pemerintah
Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota telah membunuh rakyat Papua pada umumnya
dan masyarakat Kabupatyen Intan Jaya pada khususnya secara tidak langsung.
Pada hakikatnya
Undang-undang Otonomi khusus sebagai landasan hukum guna membangun manusia
Papua yang seutuhnya dalam menjalankan roda pembangunan, maka pemerintah
Propinsi Papua perlu menerjemakan makna Otonomi khusus yang sebenarnya. Secara
teori makna Otonomi atau autonomi berasal
dari bahasa Yunani auto yang berarti
sendiri, nomous yang berarti hukum atau
peraturan. Sedangkan dalam literature
Belanda Otonomi berarti Pemerintahan sendiri (Zelfregering) yang oleh Van
Vollenhoven di bagi atas ; Zelfwetgeving
(membuat Undang-undang sendiri), Zelfuitvoering (melaksanakan sendiri), Zelfreschtpreak
(mengadili sendiri), dan Zelfpolitie (menindaki sendiri).
Namun
realitanya, salah menerjemakan makna dari Undang-undang Otonomi khusus tersebut
dalam penerapannya, sebab antara konsep di atas kertas tidak sesuai dengan
kondisi rill dilapangan. Rakyat Papua menghendaki agar dalam sisa tahun yang
ada ini pemerintah diharapkan melakukan pendekatan-pendekatan yang persuasip
secara adil dan bermartabat serta aspiratif guna mewujudkan kesejatheraan bagi
orang aslih Papua dalam semua sector kehidupan untuk dapat mengatur dan
mengurus rumah tangganhya sendiri, sehingga makna menjadi tuan besar di negeri
sendiri benar-benar terwujud.
Dalam
perkembangannya Otonomi di berbagai Negara meliputi beberapa jenis sesuai
dengan kondisi, setidaknya terdapat (5) macam Otonomi yang pernah di terapkan
di berbagai Negara didunia, antara lain ; Otonomi
organic (rumah tangga organic), Otonomi Formal (rumah tanggal Formal), Otonomi
material/ (rumah tangga
material/substantive), Otonomi ril
(rumah tangga ril), Otonomi yang
nyata bertanggung jawab dan dinamis.
Dengan demikian,
dapat di analisa bahwa Otonomi khusus yang di berikan Pemerintah Pusat kepada
rakyat Propinsi Papua itu dalam prateknya tidak sesuai dengan teori yang ada.
Maka rakyat Papua mengatakan bahwa, Otonomi khusus telah gagal itu wajar.
Otonomi khusus lahir sesuai dengan kondisi daerah namun dalam implementasinya
tidak sesuai dengan harapan rakyat Papua karena selalu di sisihkan dari penentu
kebijakan. Sehingga dapat dikatakan bahwa Undang-undang Otonomi khusus hanya
merupakan suatu bentuk transfer pengangguran dan kemiskinan dari luar Papua untuk
membuka peluang dan kesempatan bagi orang non Papua untuk memanfaatkan sejumlah
peluang yang tersedia, bukan Otonomi khusus yang sebenarnya.
Hal ini sangat beralasan, sebab
dalam Undang-undang Otonomi khusus tidak ada jaminan secara jelas, tegas dan detail
yang menjelaskan tentang bentuk menjadi tuan di negeri sendiri bagi orang aslih
Papua yang sebenarnya. Karena tidak ada pasal dan ayat yang mengatur khusus
bagi orang aslih Papua secara rinci (Perdasi/Perdasus).
Dengan
demikian kita semua mengharapkan bahwa pemerintah sebagai agen perubahan dalam
menjalankan roda pemerintahan di erah Otonomi khusus ini perlu adanya suatu
pengakuan terhadap “ALLAH orang Papua, Alam Papua, Manusia Papua” untuk dapat
mengatur rumah tangganya sendiri serta menghargai dan menghormati hak-hak
pribumi, agar makna Undang-undang Otonomi khusus bukan sekedar sebutan di bibir
dan konsep semata, melainkan merupakan sebuah harapan hati nurani rakyat
Papua.
Berdasarkan
penjelasan makna Otonomi khusust tersebut diatas kami menganalisa dengan
pembohongan Pemda Kabupaten Intan Jaya dalam hal ini Kabag Kesra dan Penjabat
Buapti Kabupaten Intan Jaya terhadap mahasiswa asal Kabupaten Intan Intan Jaya
di kota studi Yogyakarta membelikan pengadaan asrama permanen mahasiswa tanpa
survey, sosialisasi, kordinasi dan komunikasi sehingga asrama tersebut
benar-benar sangat tidak strategis, sangat tidak layak sebagai ukuran asrama
mahasiswa sedangkan rumah tersebut hanya rumah pribadi/keluarga karena
kapasitas asrama tersebut hanya terdapat 9 (Sembilan) kamar saja, padahal
awalnya pemda mengatakan bahwa 44 (empat pulu empat) kamar tidur. Dan juga lokasi tersebut benar-benar sangat tidak
strategis, sangat jauh dari kampus-kampus
yang sementara mahasiswa kuliah. Maksud kami seharusnya pemda sebelum membelikan
pengadaan asrama seperti ini harus sosialisasi, kordinasi dan komunikan dengan
mahasiswa supaya kami bisa merumuskan untuk kepentingan generasi-generasi Intan
Jaya yang akan datang, bukan hanya pemda sendiri yang mengambil kebijakan
dengan berpikir sekedar kepentingan sekarang saja.
Dengan adanya
keadaan seperti ini kami mahasiswa asal kabupaten Intan Jaya ingin
membertanyakan bahwa apakah dengan cara pembohongan seperti ini perencanaan,
kebijakan dan mengalokasikan dana Otonomi khusus di Kabupaten Intan Jaya
benar-benar sudah pada sasaran? Pemda mengatakan pengadaan asrama permanen
tersebut di ambil dari dana Otonomi khusus, ternyata penggunaan dana Otsus
tersebut tidak mengakomodir untuk kepentingan kedepan. Dalam hal ini sampai
sekarang kami mahasiswa belum tahu program kegiatan yang di bangun dari dana
Otsus, dan berapa besar dana Otsus yang belanja untuk pengadaan asrama tersebut?
Setelah kami meneliti ternyata semuanya ini terjadi pembohongan yang di lakukan
oleh Pemda kabupaten Intan Jaya terhadap kami mahasiswa maupun masyarakat
kabupaten Intan Jaya.
Dengan keadaan
seperti ini kami sebagai generasi penerus kabupaten Intan Jaya sangat menyesal
atas kejadian ini, karena pengadaan asrama yang dibelikan oleh Pemda Kabupaten
Intan Jaya untuk Mahasiswa asal Kabupaten Intan Jaya di kota studi Yogyakarta adalah
sangat tidak strategis dan sangat tidak layak sebagai ukuran asrama mahasiswa
tetapi itu hanya rumah pribadi/rumah keluarga yang pemda kontrak, dan juga kapasitas
rumah tersebut sangat tidak memenuhi apa yang kami mahasiswa harapkan selama
ini sehingga sampai sekarang mahasiswa satupun belum menempatkan asrama
tersebut.
Oleh sebab itu
kami seluruh mahasiswa asal kabupaten Intan Jaya menegaskan kepada Pemda Kabupaten
Intan Jaya bahwa Penjabat Bupati dan Kabag Kesra dalam waktu yang dekat segera
ditinjau kembali pengadaan asrama tersebut, apabila tidak berati kami akan
melakukan tindahkan lain terhadap rumah tersebut sehingga pemda akan menanggung
kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar